Rabu, 29 Mei 2013

Artis Yang masuk ke dunia politik. Salahkah?



Saya kecewa sekali dengan hasil wawancara Uchok Sky Khadafi yang dimuat di koranSindo (minggu, 28/4.2013), yang berjudul "Tak laku di pasaran, artis jadi caleg".
Di wawancara itu pak Uchok sempat mengatakan:
"Karena artis yang daftar jadi caleg ini, bukan lagi yang laku dipasaran entertain. Tapi, artis jadi caleg ini tidak laku atau ditolak pasar. Pelawak yang tidak lucu lagi, dan tidak diterima pasar, pasti masuk jadi caleg," kata Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi kepada Sindonews, Minggu (28/4/2013).
Maka itu, dia mengatakan, bagi artis yang saat ini pada terjun ke dunia politik tidak lain hanya mencari pekerjaan. "Buat artis atau pelawak, jadi caleg itu hanya mencari pekerjaan saja. Kalau artis atau pelawak yang menjaga profesionalnya yang tetap laku dipasar entertain, pasti tidak mau jadi caleg," tandasnya.
http://nasional.sindonews.com/read/2013/04/28/12/742855/tak-laku-di-pasaran-artis-jadi-caleg

Setelah membaca berita ini, saya ingin mengajak bapak untuk berfikir yang lebih luas, terutama dari kata-kata bapak mengenai “artis yang tidak laku masuk ke dunia politik”.
Pernahkah bapak berfikir dari sisi lain, bahwa kami para artis masuk ke dunia politik bukan karena tidak ada pekerjaan lain dan tidak laku, tapi karena kami memang peduli dengan bangsa kami. Sebagai anak bangsa yang benar-benar ingin memajukan perekonomian, pendidikan serta martabat bangsa kami di mata dunia. Bukankah kami anak bangsa punya hak yang sama.
Pernahkah bapak mencoba berfikir secara optimis kalau kami sudah muak dengan ketidak adilan yang terjadi terutama terhadap rakyat miskin.
Karena kalau kita lihat sejarah kepedulian artis terhadap masyarakat miskin, bencana yang terjadi atau apapun bentuknya yang menggugah hati kami, artis atau seniman kami biasa menyebutnya lebih dulu turun dibandingkan dengan para politisi yang biasanya (tidak semua politisi memang) yang hanya turun dan membantu jika dalam waktu dekat-dekat pemilu saja. Yang kami lakukan bukan untuk pencitraan dan berharap agar dipilih oleh rakyat, melainkan karena kami memang benar-benar tersentuh dan merasa terpanggil dengan keadaan yang saat itu terjadi, dan kami tidak mendapatkan imbalan apapun untuk itu.
Satu hal lagi tentang “artis yang tidak laku masuk ke dunia politik” seperti yang bapak katakan di artikel itu, yah.. bapak mungkin bisa saja mengatakan kami tidak laku. Terserah, itu hak bapak. Tapi yang ingin saya sampaikan adalah bahwa Alhamdulillah kalau saya masih mendapatkan banyak tawaran ketika saya memutuskan untuk fokus di dunia pendidikan demi mendapatkan gelar S2, dan saya anggap itu adalah harga yang pantas, karena saya menganggap pendidikan adalah hal yang utama. Dan apakah salah karena membuang kesempatan saya dalam berkarir di dunia entertaint? Karena menurut saya dengan punya pendidikan yang baik, saya akan lebih terdidik meskipun saya bekerja entah di dunia entertaint atau bidang apapun tempat saya bekerja.

Kembali lagi saya ingin mengingatkan bapak, kalau tidak semua artis terjebak dalam keglamorannya atau cuma bisa senang-senang seperti yang dipikirkan banyak orang, melainkan kami sudah terbiasa masuk pasar, berbecek becek di lumpur saat kami harus  melakukan adegan dan itu kami lakukan setiap hari untuk melatih kepekaan kami. Karena untuk menjadi seorang pemain film/sinetron kami terbiasa melakukan observasi dan ikut merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang tidak mampu dan tidak berdaya agar bisa masuk kedalam peran. Karena itu kami menjadi lebih peka dengan keadaan sekitar kami. Bukan seperti politisi yang hanya sok dekat dengan rakyat dan masuk ke pasar 5 menit hanya untuk mencari dukungan dan tujuan pencitraan.


Ini bukan bermaksud sombong tapi saya hanya sekedar ingin mengingatkan bapak, kalau bekerja di bidang seni hanyalah pekerjaan kami, dan kami selalu menyayangi masyarakat yang ada sekitar kami. Kami terpanggil untuk membantu masyarakat jauh sebelum menjadi caleg atau hanya untuk pencitraan.                                                                                                                                                                  

10 komentar:

  1. Uchok mah tukang sayur yg lagi jual sayur2nya, biasa lah mbak klo cuap2 ga berbobot

    BalasHapus
  2. pertama, selamat buat mbak helmalia dkk atas launching RI1.tv - ide dasarnya bagus... semoga konten-kontennya kelak mendukung pencapaian ide dasar tsb.

    mengenai Ucok...hmmmm...

    ini masalah klasik dalam wawancara (termasuk di TV). dalam percakapan cepat, otak manusia hanya bisa mengolah dan mengeluarkan informasi di permukaan, instant, & semenjana.

    makanya pkiran yang terlontar secara verbal lebih -sering daripada tidak- kurang berbobot. (mengkorelasikan fenomena artis nyaleg dengan cari kerja, waduh parah. Logikanya gak intelek banget..)

    Menggeneralisir perilaku seseorang berdasarkan kesamaan profesi adalah kekeliruan berpikir. seperti ditunjukkan oleh Ucok.

    tapi akar masalahnya sebenarnya dimulai oleh si penanya (kasus yg sama kerap terjadi di televisi)pertanyaannya sama dangkalnya.

    Tidak ada yang bisa dicerna manfaatnya oleh pembaca dari informasi jenis ini. Hampir pasti issue mengenai 'artis nyaleg' dinaikkan media massa karena faktor issue ini masih dianggap 'seksi'. Padahal tidak semua pembaca berita politik juga menyukai infotainment, loh :)

    ...dan apa manfaatnya bagi pendidikan politik masyarakat ? tidak ada.

    sebaiknya media massa belajar cerdas deh dalam mencari ide pertanyaan buat narasumber. dan nara sumber juga sebaiknya pilih-pilih pertanyaan yang pantas atau tidak untuk direspon. Sebab boleh jadi, jika terlalu sering tampil di media dengan pernyataan2 dangkal seperti itu, ucok bisa kehilangan pekerjaan loh sebagai pengamat/narsum, aktivis/etc...

    saat tidak laku lagi sebagai nara sumber di media, Ucok bukan tidak mungkin juga akan nyaleg....sssttt, senjata makan tuan :)

    BalasHapus
  3. @rusdianto: saya salut dengan bapak Rusdianto. Cara berpikir kita sama. Sukses terus pak.

    BalasHapus
  4. apa yg dikatakan bapak Uchok Sky Khadafi bukan lah hal yg bisa di pertanggung jawapkan, seluruh warga indonesia memiliki hak yang sama, termasuk artis tentunya...jangan pandang orang sebelah mata dulu.
    salahnya dimana? selagi orang tersebut memiliki kesadaran politik, punya jiwa sosial, dan pendidikan yang cukup ,sekarang ini banyak artis yg terjun lansung dalam gerakan sosial,silakan liat internet,,dan juga sekarang ini bayak artis yang pendidikanya tinggi ada yg S2 sperti Annisa Pohan,helmalia putri ,Chintya Sari,Desy Ratnasari.Tya Ariestya bisa penuh klo saya tulis semunya,liat aja di internet,Anwar Fuadi, aja nerusin ke S3,klo mau liat keluar negeri Rowan Atkinson yg tampang kurang meyakinkan aja kuliah S2 di Oxford University seorang Master tehnik Elektro,tentu saya ga bisa dibandingkan dengan Uchok Sky Khadafi yg baru aja lulus S1 agustus lalu...

    BalasHapus
  5. @anonim terimakasih banyak mau baca blog saya ya :)

    BalasHapus
  6. Keinginan sejumlah artis untuk menjajal peruntungan di panggung politik legislatif 2014, harus diimbangi dengan kualitas dan kesiapan mental,kcantikan dan popularitas saja tdk cukup,apa lagi dengan coba-coba buat rakyat ko coba-coba.

    BalasHapus
  7. Dialam demokrasi, seharusnya sikap under estimated terhadap seseorang harus dihilangkan, karena sesungguhnya itu adakah sikap otoritarian belaka dan sangat tidak laku di era keterbukaan dan kesempatan yang sangat luas di era digital ini.

    Kerapkali, yang jadi korban sikap merendahkan martabat itu diarahkan pada sosok public figure yang berasal dari dunia keartisan. Itu karena asumsi yang keliru, bahwa dunia keartisan adalah dunia glamour, dan dunia glamour bukan dunia serius. Sementara dunia politik dianggap dunia serius semata. Jelas, itu asumsi yang keliru, kalau tak ingin dibilang stupid thing!

    Saya ingin meluruskan persepsi istilah Artis. Sesungguhnya secar aharfian adalah seniman.
    Okay? Jadi dalam diskusi kali ini, mari kita cermati istilah artis, sebagai sosok seniman.
    Bukan artis dalam pengertian yang keliru yaitu; "Selebriti".

    Tetangga kita, Philipina pernah membuktikan bahwa seorang artis bisa menjadi Presiden, palagi di Amerika, selain jadi Gubernur pun ada yang menjadi Presiden dan sukses. Padahal dunia mereka sebelumnya adalah dunia yg kerap disebut dunia glamour itu tadi.

    Dalam filsafat manusia, disebutkan bahwa; manusia cenderung sellau melihat dan memikirkan orang lain, ketimbang memikirkan dirinya sendiri. Dan itu adalah hak dasar manusia yang diberikan Sang Pencipta untuk menjadi makhluk sosial. Jelas, manusia tipe ini bukanlah sosok yang ego sentris, yang mengedepankan super ego pribadinya.

    Jangan jadi politisi, kalau anda memiliki super ego yg dominan dan tak dapat dikendalikan.
    Ini bermakna, artis atau seniman yang bisa menurunkan kadar ego sentrisnya, adalah pribadi yang layak untuk bekerja dan mengabdikan dirinya sebagai seorang politisi.

    Bukankah kegiatan politik adalah kegiatan yang tujuan utamanya; memperhatikan, mengamati, mengetahui, memahami, memperbaiki dan mengelola kehidupan sosial masyarakat dalam sebuah negara?

    Bukankah pada galibnya, kegiatan politik dilakukan dengan cara yang "nyeni" atau kerap disebut sebagai seni berpolitik, budaya politik dan sikap beradab lainnya, yang jellas-jelas dimiliki para seniman yang bernama "artis" itu.

    So, bukankah para seniman lebih potensial untuk berpolitik?

    Saya meyakini bahwa,Ucok dari Fitra itu tidak bisa membedakan sosok "artis" sebaai seniman dengan mereka yang berada dalam dunia "selebritas". Jelas, itu dua hal yang berbeda.





    BalasHapus
  8. anda artis yang paling saya suka.

    BalasHapus
  9. 8-> Numpang ngadem mba,disini ACnya enak dingin :D

    BalasHapus
  10. Mba saya ingin menawarkan batu akik unik, caranya berhubungan dengan mba gimana ya? Ini pin bb saya mba tlng di invite ya 7f98b7ab. Nanti saya kirim poto2nya.

    BalasHapus